-->

Hukum memegang dan melihat kemaluan

Hukum memegang dan melihat kemaluan

Syekh penazham menjelaskan mengenai sebagian tata krama bersenggama melaui nazhamnya sebagai berikut:

"Memegang zakar dengan tangan kanan, itu dilarang, maka ambillah keterangan ini"

Syekh penazham menjelaskan, bahwa memegang zakar dengan tangan kanan hukumnya makruh, karena ada larangan dari Nabi Saw. melalui sabdanya:

"Janganlah ada salah seseorang diantara kalian yang memegang zakar dengan tangan kanan."

Larangan tersebut adalah makruh tanzih dan demi memuliakan tangan kanan.

Nabi Saw. bersabda:

"Tangan kananku untuk mukaku, dan tangan kiriku untuk sesuatu yang ada dibalik sarungku."

Aisyah ra. berkata:
"Tangan kanan Nabi Saw. itu digunakan untuk menyelesaikan perjanjian dan makan.
Sedangkan tangani kiri beliau untuk sesuatu yang dilakukan di WC dan hal-hal yang menyakitkan."

Selanjutnya Syekh penazham menuturkan:
"Memegang vagina dan saling melihatnya, bercakap-cakap sewaktu senggama, semua itu terlarang adanya."

Didalam bait tersebut Syekh penazham menjelaskan, bahwa memegang vagina wanita hukumnya makruh.
Demikian juga saling melihat vagina atau zakar, karena hal itu akan menyebabkan sakit mata dan menghilangkan rasa malu.
Kadang-kadang melihat sesuatu yang dimakruhkan itu dapat mendatangkan rasa saling benci, sebagaimana keterangan yang terdapat didalam kitab An-Nashihah. Ada juga keterangan dalam hadits, bahwa Nabi Saw. bersabda:

"Apabila ada salah seorang diantara kamu bersenggama bersama istri atau hamba sahaya, maka jangan sampai melihat vaginanya, karena itu dapat menyebabkan kebutaan."

Akan tetapi Imam Ibnu Hajar menukil dari Imam Abu Hatim, bahwa hadits tersebut termasuk hadits maudhu'

Aisyah ra. berkata:
"Saya sama sekali tidak pernah melihat zakar Rasulullah Saw. dan beliau juga tidak pernah melihat vagina saya.
Memang sesungguhnya kami berdua pernah mandi pada satu wadah air, dimana tangan kami saling bergantian saat mengambil air dari wadah tersebut."

Adapun mengenai orang yang melihat aurat diri sendiri tanpa ada alasan darurat, maka hukum haram dan makruhnya ada dua pendapat, sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ibnul Qathan didalam kitab Ahkam Nadhar.

Juga dikatakan, bahwa orang yang melihat vagina itu akan dicoba melakukan zina.
Hal itu sudah dibuktikan kebenarannya, sebagaimana diungkapkan dalam kitab An-Nashihah.
Wanita sama dengan pria dalam perlakuan hukum.

Sedangkan hukum makruh yang dikatakan Syekh penazham itu adalah untuk menghindari hal-hal tesebut diatas.
Adapun menurut syarak, hukumnya boleh, sebagaimana diungkapkan dalam kitab Al-Mukhtashar, antara lain:

"Bagi suami istri halal untuk saling melihat, termasuk melihat vagina, seperti halnya melihat miliknya sendiri."

Begitu pula ketika Imam Ibnu Qasim ditanya tentang masalah suami atau istri yang melihat alat kelamin, dia memperbolehkan.

Disamping itu dimakruhkan pula bercakap-cakap sewaktu bersenggama, karena Nabi Saw. bersabda:

"Jangan ada salah seorang diantara kalian yang memperbanyak percakapan dengan istri ketika sedang bersenggama, sebab hal itu akan mengakibatkan kebisuan pada diri anak yang terlahir"

Imam Ibnu Hajji berkata:
"Ketika bersenggama sebaiknya menjauhi segala perbuatan yang dibenci oleh manusia."

Begitu pula Imam Malik saat ditanya tentang orang yang bercakap-cakap ketika sedang bersenggama, dia mengingkari dan mencela serta menganggapnya sebagai suara yang sangat jelek.

Ibnu Rusydi juga mengatakan, bahwa hal itu dimakruhkan, karena tidak termasuk perbuatan orang-orang dahulu.

Kemudian Syekh penazham menuturkan melalui nazhamnya: 
"Hindari bersetubuh secara paksa, tinggalkan sepotong kain untuk mengusap dua kemaluan."

Syekh penazham menjelaskan, bahwa makruh hukumnya seorang suami yang bersenggama bersama istrinya, sementara istrinya tidak suka (tidak rela) hatinya, karena mungkin ia tidak sedang berhasrat untuk itu.
Sebab, hal itu akan menimbulkan kerusakan terhadap agama dan akalnya.
Bahkan kadang-kadang akan menyebabkan ia mencintai laki-laki lain, karena pikirannya tidak terpusat pada persenggamaan.

Setiap muslim tidak dihalalkan merusak agama istrinya.
Begitu pula menyebabkan istri berbuat maksiat dan mencintai laki-laki lain.

Makruh pula hukumnya suami dan istri menggunakan sepotong kain guna mengusap vagina dan zakar sekaligus.
Karena hal itu dapat mendatangkan rasa saling membenci.
Adapun yang baik, masing-masing mempersiapkan sepotong kain guna keperluan itu, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Raudhul Yaani.

Hal Hal yang Harus Diperhatikan oleh Orang yg Junub Imam Al-Ghazali berkata:
"Orang yang sedang dalam keadaan junub hendaknya tidak bercukur, tidak memotong kuku, tidak mengeluarkan darah, dan tidak mengambil sesuatu dari jasadnya. Agar kelak di hari akhirat, ketika anggota jasad itu dikembalikan, tidak dalam keadaan junub"

Syekh penazham menuturkan melalui nazhamnya:
"Hendaklah anda wudhu, hai kawan, jika hendak tidur setelah bersenggama, maka anda tidak akan ditegur.
Supaya orang, hai kawan, dalam keadaan suci, salah satu dari dua kesucian, cobalah keterangan ini."

Syekh penazham menjelaskan, bahwa orang yang junub, baik laki-laki maupun perempuan, disunahkan untuk berwudhu ketika hendak tidur. Apalagi jika mandi terlebih dulu, sehingga ia tidur dalam keadan suci dari hadas besar.

Diungkapkan dalam kitab Al-Mudawwanah bahwa Imam Malik berkata:
"Orang junub, baik diwaktu siang maupun malam, jangan sekali-kali tidur sebelum dia berwudhu sebagaimana wudhu ketika akan melakukan shalat."

Imam Ibnu Arafah juga berkata: 
"Wudhu orang junub ketika hendak tidur disunahkan.
Bahkan wajib, menurut pendapat Imam Hubaib."

Kata-kata syekh penazham wal yatawadhdha' (hendaklah anda berwudhu) itu bersifat sunah, menurut pendapat yang masyhur. Wudhu tersebut dilakukan seperti halnya wudhu ketika akan melaksanakan shalat, sebagaimana dituturkan dalam kitab Al-Mudawwanah.
Apabila kesulitan untuk wudhu, ia tidak disunahkan untuk tayamum. Wudhu tersebut tidak batal karena hal-hal yang dapat membatalkan wudhu, kecuali ia bersenggama.

Hal itu sebagaimana dikemukakan oleh pengarang kitab Al-Mukhtashar dengan kata-kata:
"Wudhu orang yang hendak tidur tidak bisa diganti dengan tayamum, jika tidak ada air untuk wudhu.
Juga tidak batal, kecuali karena bersenggama.
Dua Faedah Pertama, tidur memiliki beberapa tata krama.
Diantaranya ialah berwudhu ketika hendak tidur,
berdasarkan sabda Nabi Saw.: 
"Ketika kamu bersiap-siap akan tidur, maka wudhulah sebagaimana kamu wudhu ketika akan mengerjakan shalat"

Persoalannya apakah wudhu tersebut dapat digunakan untuk mengerjakan shalat atau tidak?

Menurut pendapat yang masyhur, seseorang dapat (boleh) mengerjakan shalat dengan wudhu itu, apabila wudhunya diniati untuk taaharah (bersuci).
Tata krama tidur lainnya ialah tidur diatas lambung kanan (miring kekanan), dengan menaruh telapak tangan kanan dibawah pipi kanan, sementara telapak tangan kiri diletakkan di atas paha kiri, sebagaimana tidurnya Rasulullah Saw.

Selain itu orang yang hendak tidur hendaknya berdoa kepada Allah Swt. dengan doa yang biasa dibaca oleh Rasulullah Saw. berikut ini:

"sesungguhnya ketika hendak tidur Nabi Saw. selalu berdoa:
'Ya Allah dengan mana-Mu, wahai Tuhanku, aku letakkan lambung. Dan dengan nama-Mu aku mengangkatnya.
Ya Allah, sesungguhnya aku telah memelihara jiwaku, maka peliharalah jiwaku ini.
Apabila Engkau melepaskannya, maka peliharalah dengan sesuatu yang telah Engkau gunakan untuk memelihara hamba-hamba-Mu yang shaleh.'

Adapula hadits yang menerangkan, "barang siapa tidak berzikir kepada Allah, maka selamanya itu juga setan akan mempermainkannya."

Diceritakan dari Ali bin Abu Thalib kwh. Rasulullah Saw. bersabda: 
"Barang siapa setiap malam ketika hendak tidur membaca ayat ini yang artinya:
'Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa.
Tiada Tuhan melahkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih berganti siang dan malam, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, serta kisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang mau memikirkan' maka ayat Al-Quran itu tidak akan lepas dari dadanya."

Juga termasuk bagian dari tata krama tidur ialah membaca shalawat kepada Rasulullah Saw. sepuluh kali, maka semalaman dia berada dalam penjagan Allah Swt. dan perlindungan-Nya.
Tata krama tidur lainnya hendaknya bertaubat kepada Allah Swt. karena sesungguhnya ketika manusia mempersiapkan diri untuk tidur, seolah-olah dia tengah bersiap-siap untuk menghadapi kematian. Didalam kitab Taurat terdapat keterangan sebagai berikut:

"Wahai anak Adam, sebagaimana halnya engkau tidur, engkau akan mati.
Dan sebagaimana engkau terjaga (bangun tidur), engkau akan dihidupkan kembali setelah mati."

Tata krama tidur yang terakhir ialah berzikir kepada Allah Swt. ketika bangun dari tidur.
"Sesungguhnya Nabi Saw. ketika bangun dari tidur berdoa:

'Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami.
Dan kepada-Nyalah kami (kembali setelah) dibangkitkan."

Sebagian ulama menambahkan doa Nabi Saw. tersebut dengan kalimat, yang artinya.

"Tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Engkau.
Maha Suci Engkau.
Sesungguhnya hamba adalah termasuk golongan orang-orang zalim.
Dzat Yang Maha Kuat, siapakah yang mampu menolong yang lemah selain Engkau?
Wahai Dzat Yang Maha Kuasa, siapakah yang mampu membantu yang lemah selain Engkau?
Wahai Dzat Yang Maha Mulia, siapakah yang mampu menolong yang hina selain Engkau?
Wahai Dzat Yang Maha Kaya, siapakah yang mampu menolong yang fakir selain Engkau?
Ya Allah, perkayalah kami sebab Engkau dari orang selain Engkau."

Kedua, banyak tidur dapat menyebabkan fakir, malas dan sering lupa.
Sedangkan tidur dalam keadaan kenyang dapat menyebabkan pikun dihari tua.

Pengarang kitab An-Nashihah mengungkapkan, bahwa ada tiga hal yang menyebabkan orang menjadi pikun, bahkan kadang-kadang dapat mematikan, yaitu:

  • 1. Bersetubuh dengan wanita tua.
  • 2. Tidur dalam keadaan kenyang.
  • 3. Masuk kedalam pemandian dalam keadaan perut sangat kenyang.
Hukum memegang dan melihat kemaluan Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown